Kepada kamu,
Dengan penuh kebencian.
Aku benci jatuh cinta. Aku benci merasa senang bertemu lagi dengan
kamu, tersenyum malu-malu, dan menebak-nebak, selalu menebak-nebak. Aku
benci deg-degan menunggu kamu online. Dan di saat kamu muncul, aku akan
tiduran tengkurap, bantal di bawah dagu, lalu berpikir, tersenyum, dan
berusaha mencari kalimat-kalimat lucu agar kamu, di seberang sana, bisa
tertawa. Karena, kata orang, cara mudah membuat orang suka denganmu
adalah dengan membuatnya tertawa. Mudah-mudahan itu benar.
Aku benci terkejut melihat SMS kamu nongol di inbox-ku dan aku benci
kenapa aku harus memakan waktu begitu lama untuk membalasnya,
menghapusnya, memikirkan kata demi kata. Aku benci ketika jatuh cinta,
semua detail yang aku ucapkan, katakan, kirimkan, tuliskan ke kamu
menjadi penting, seolah-olah harus tanpa cacat, atau aku bisa jadi
kehilangan kamu. Aku benci harus berada dalam posisi seperti itu. Tapi,
aku tidak bisa menawar, ya?
Aku benci harus menerjemahkan isyarat-isyarat kamu itu. Apakah
pertanyaan kamu itu sekadar pancingan atau retorika atau pertanyaan
biasa yang aku salah artikan dengan penuh percaya diri? Apakah kepalamu
yang kamu senderkan di bahuku kemarin hanya gesture biasa, atau ada
maksud lain, atau aku yang-sekali lagi-salah mengartikan dengan penuh
percaya diri?
Aku benci harus memikirkan kamu sebelum tidur dan merasakan sesuatu
yang bergerak dari dalam dada, menjalar ke sekujur tubuh, dan aku merasa
pasrah, gelisah. Aku benci untuk berpikir aku bisa begini terus
semalaman, tanpa harus tidur. Cukup begini saja.
Aku benci ketika kamu menempelkan kepalamu ke sisi kepalaku, saat
kamu mencoba untuk melihat sesuatu di handycam yang sedang aku pegang.
Oh, aku benci kenapa ketika kepala kita bersentuhan, aku tidak bernapas,
aku merasa canggung, aku ingin berlari jauh. Aku benci aku harus sadar
atas semua kecanggungan itu…, tapi tidak bisa melakukan apa-apa.
Aku benci ketika logika aku bersuara dan mengingatkan, “Hey! Ini
hanya ketertarikan fisik semata, pada akhirnya kamu akan tahu, kalian
berdua tidak punya anything in common,” harus dimentahkan oleh hati yang
berkata, “Jangan hiraukan logikamu.”
Aku benci harus mencari-cari kesalahan kecil yang ada di dalam diri
kamu. Kesalahan yang secara desperate aku cari dengan paksa karena aku
benci untuk tahu bahwa kamu bisa saja sempurna, kamu bisa saja tanpa
cela, dan aku, bisa saja benar-benar jatuh hati kepadamu.
Aku benci jatuh cinta, terutama kepada kamu. Demi Tuhan, aku benci
jatuh cinta kepada kamu. Karena, di dalam perasaan menggebu-gebu ini; di
balik semua rasa kangen, takut, canggung, yang bergumul di dalam dan
meletup pelan-pelan…
aku takut sendirian.
-Raditya Dika
No comments:
Post a Comment